Minggu, 25 November 2012

Biografi Tengku Amir Hamzah


BIOGRAFI TENGKU AMIR HAMZAH

Tengku Amir Hamzah, lahir di Sumatra Utara 26 Februari 1911. Pendidikan yang ditempuhnya HIS,MULO, AMS dan RHS (Sekolah Tinggi Hukum).

Sebagai kelanjutan Sumpah Pemuda tahun 1928, Perhimpunan Pemuda yang berbentuk Jong Java, Jong Sumatera, dll meleburkan diri dalam Persatuan Pemuda yang bernama Indonesia Muda (IM). Waktu masih di kelas tertinggi AMS, Amir Hamzah menjadi Ketua Indonesia Muda cabang Solo yang pertama. Sebagai seorang pemimpin, Amir Hamzah mempunyai sifat yang sabar, ramah dan tidak angkuh.
Di dalam Indonesia Muda ia menunjukkan perhatiannya pada bidang seni drama. Dalam konggres bahasa Indonesia yang ke I di Solo tahun 1938, dengan gigih ia menganjurkan agar Bahasa Indonesia digunakan dalam percakapansehari-haridikalangankaumterpelajar.

Selama duduk di Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta ia duduk sebagai redaksi majalah Pujangga Baru. Banyak karangannya yang dimuat dalam majalah tersebut. Selain menulis kisah tentang kehidupan istana, ia pun banyak menulis tentangkehidupan rakyat jelata.

Amir Hamzah padai menggubah syair, antara lain Nyanyian Sunyi, terjemahan syair-syair Tiongkok, India dan Persia, dll. Karyanya seperti Setanggi Timur dan Buah Rindu. Semua karangan Amir Hamzah baik prosa maupun puisi, tidak satupun menggunakanbahasa asing.

Karya sastranya mempunyai keindahan yang tahan uji. Karya sastra itu akan menjadi warisan yang sangat berharga untuk dipelajari dan ditelaah oleh angkatan sekarang dan angkatan mendatang.
Amir Hamzah tidak mencapai akhir studinya, hanya sampai kandidat atau Sarjana Muda Hukum. Kemudian pulang ke Tanjungpura dan kembali pada pangkuan kesultanan Langkat dengan mendapat gelar kehormatan Tengku Pangeran Indraputera dan menjabat pekerja Kepala Luhak Langkat Hilir, Langkat Hulu, dll. Dalam jabatannya itu, Amir Hamzah berkesempatan menyelenggarakan perpustakaan dan pendidikan rakyatnya. Ia sering mengadakan ceramah-ceramah tentang sastra dan kebudayaan.

Pada masa pendudukan Jepang, ia terpilih sebagai anggauta Balai Bahasa Indonesia di Medan yang antara lain menciptakan istilah-istilah modern.

Pada zaman kemerdekaan, ia diangkat oleh Pemerintah RI menjadi Asisten Residen untuk daerah Langkat, sejak Proklamasi ia memang giat mempertahanankemerdekaan.

Pada masa pergolakan Revolusi di Sumatra Timur, ia seorang Republikein yang besar jasanya dalam kesusastraan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Ia menjadi korban "Revolusi Sosisal di Sumatra Timur" tanggal 20 Maret 1946 di Kuala Bagumit. Ia gugur terbunuh pada saat sedang berjuang ikut menyelenggarakan hasil perjuangan di daerahnya. Tahun 1946 kerangka jenazah Amir Hamzah dipindahkan ke makan Samping Masjid Azizi di Tanjungpura-Sumatara Utara. Berkat jasa-jasanya ia dianugerahi Pemerintah RI gelar Pahlawan Nasional.
*      Contoh Puisi Karya Tengku Amir Hamzah :
BUAH RINDU (1)                             
Dikau sambur limbur pada senja
Dikau alkamar purnama raya
Asalkan kanda bergurau senda
Dengan adinda tajuk mahkota.
Di tuan rama-rama melayang
Di dinda dendang sayang
Asalkan kanda selang-menyelang
Melihat adinda kekasih abang.
PADAMU JUA
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu.
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu.
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati

Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lapar.
Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai.
Kasihmusunyi
Menungguseorangdiri
Laluwaktu
- bukangiliranku
Mati hari
-  bukan kawanku ...
Hanyut Aku
Hanyut aku, kekasihku!
Hanyut aku!
Ulurkan tanganmu, tolong aku.
Sunyinya sekelilingku!
Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin hati,
Tiada air menolak ngelak.
Dahagaku kasihmu, hauskan bisikmu,
Mati aku, sebabkan diammu.
Langit menyerkap, air berlepas tangan,
Aku tenggelam.
Tenggelam dalam malam.
Air di atas mendidih keras.
Bumi di bawah menolak keatas.
Mati aku, kekasihku, mati aku!

Mengawan
Rengang aku daripadaku, mengikut kawalku mengawan naik.
Mewajah kebawah, terlentang aku, lemah lunak,
Kotor terhampar, paduan benda empat perkara.
Datang pikiran membentang kenang,
Membunga cahaya cuaca lampau,
Menjadi terang mengilau kaca.
Lewat lambat aku dan dia, ria tertawa, bersedih suka,
Berkasih pedih, bagai merpati bersambut mulut.
Tersenyum sukma, kasihan serta.
Benda mencintai benda …
Naik aku mengawan rahman, mengikut kawalku membawa warta.
Kuat, sayapku kuat, bawakan aku, biar sampai membidai-belai
Celah tersentuh, di kursi kesturi.
 Doa
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi,
Pada masa purnama meningkat naik,
Setelah menghalaukan panas terik.
Angin malam menghembus lemah,
Menyejuk badan, melambung rasa menanyang pikir,
Membawa angan ke bawah kursimu
Hatiku terang menerima katamu,
Bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu,
Bagai sedap-malam menyirak kelopak.


Aduh kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku
Dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu,
Biar berbinar gelakku rayu!
                   Memuji Dikau
Kalau aku memuji Dikau,
Dengan mulut tertutup, mata tertutup,
Sujudlah segalaku, diam terbelam,
Di dalam kalam asmara raya.
Turun kekasihmu,
Mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.
Dikucupnya bibirku, dipautnya bahuku,
Digantunginya leherku, hasratkan suara sayang semata.
Selagi hati bernyanyi, sepanjang sujud semua segala,
Bertindih ia pada pahaku, meminum ia akan suaraku …
Dan, iapun melayang pulang,
Semata cahaya,
Lidah api dilingkung kaca,
Menuju restu, sempana sentosa.

Panji Di Hadapanku
Kau kibarkan panji di hadapanku.
Hijau jernih di ampu tongkat mutu-mutiara.
Di kananku berjalan, mengiring perlahan,
Ridlamu rata, dua sebaya,
Putih-putih, penuh melimpah, kasih persih.



Gelap-gelap kami berempat, menunggu-nunggu,
Mendengar-dengar, suara sayang, panggilan-panjang,
Jatuh terjatuh, melayang-layang,
Gelap-gelap kami berempat, meminta-minta,
Memohon-mohon, moga terbuka selimut kabut,
Pembungkus halus, nokta utama,
Jika nokta terbuka-raya, jika kabut tersingkap semua
Cahaya ridla mengilau kedalam
Nur rindu memancar keluar.
                   Kurnia
Kau kurniai aku,
Kelereng kaca cerah cuaca,
Hikmat raya tersembunyi dalamnya,
Jua bahaya dikandung kurnia, jampi kau beri,
Menundukkan kepala naga angkara.
Kelereng kaca kilauan kasih,
Menunjukkan daku tulisan tanganMu
Memaksa sukmaku bersorak raya
Melapangkan dadaku, senantiasa sentosa
Sebab kelereng guli riwarni,
Kuketahui langit tinggi berdiri,
Tanah rendah membukit datar.
Kutilik diriku, dua sifat mesra satu
Melangit tinggi, membumi keji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar